Temu Malaikat #2

“Hai Mila, gimana kabarnya satu bulan terakhir ini?”

Dokter Raina langsung menyapa ku, ketika aku membuka pintu ruangan konseling. Aku tersenyum kecil padanya, lalu duduk di hadapan nya. “Berantakan”, ucapku seadanya.

Sudah satu tahun belakangan ini aku menjadi rutin bertemu dokter Raina setiap satu bulan sekali. Namun, ketika depresi lama, aku bisa seminggu sekali bertemu dokter Raina.

“Sudah makan?” tanya dokter Raina hangat. Dokter Raina tidak lagi fokus pada komputernya. Ia benar-benar sibuk memperhatikanku, kedua tangan nya ada di atas meja, wajah nya menatapku dengan hangat. Aku hanya mengangguk menjawab pertanyaan nya.

“Seminggu kemarin ngapain aja?” baiklah, sesi konseling di mulai.

“diam, di kamar”

“Loh, Mila ga ketemu sahabat?” 

“Ngga. Aku capek” ucapku dengan segala kepasrahan. Aku dan dokter Raina sudah tidak seformal waktu awal pertama kali ketemu, dan itu cukup membuatku semakin nyaman ketika sesi konseling.

“Apa yang Mila rasakan?”

Aku membuang nafas ku pelan, rasanya semua beban berjatuhan. “Aku hidup untuk apa ya dok? kayaknya aku udah ga ada tujuan lagi”.

“Kenapa Mila berpikir seperti itu?”

“Ngga punya siapa-siapa lagi. Rasanya aku sendirian di dunia yang besar ini. Aku takut. Aku hidup untuk apa dok? Aku udah ga punya ambisi apapun. Aku capek sama semuanya. Boleh ngga aku pergi aja?” Air mata ku menetes detik itu juga. Dokter Raina langsung menangkupkan jari jemari nya di jari jemari ku, memeluknya erat, memberikan kekuatan.

“Emangnya Mila mau pergi kemana?”

“Kemana aja, ke tempat indah. Ketemu Tuhan mungkin? Aku udah kangen sama Tuhan, dan aku udah ga sanggup hidup di tempat yang udah Tuhan berikan. Bolehkan kalau aku minta bertemu Nya?” tanyaku asal. 

“Emangnya, gimana cara Mila mau bertemu Tuhan?”

“Gatau, aku gamau mati. Aku cuman gamau hidup di dunia yang kayak gini. Aku benci banget”

Air mata ku menetes semakin deras, ketika sekelibat ingatan tentang seseorang muncul, “aku kangen nenek, dok. Nenek enak yaa udah ketemu Tuhan. Ninggalin aku gitu aja di sini. Aku benci ditinggalin dok. Aku gasuka. Kenapa nenek harus ninggalin aku tiga tahun yang lalu? padahal nenek yang selalu ada sama aku”

“Oh iyaa? kenangan apa yang Mila inget sama nenek?”

Aku berusaha mengingat, tapi yang muncul hanya kenangan buruk.

“Waktu kecil, aku di kunci di rumah sendirian, soalnya orangtua ku pergi ke pasar. Nenek nenangin aku dari luar rumah sambil nemenin aku. Waktu Mamah sama Ayah berantem hebat, aku yang waktu itu masih lima tahun, aku sembunyi di balik sofa. Rasanya takut banget dok, aku takut banget denger teriakan nya, berisik banget”

air mata itu jatuh semakin deras. Sial, memori itu tidak akan pernah hilang ternyata.

“Sampai akhirnya Mamah sadar kalau anak perempuan nya lagi nangis sambil sembunyi di balik sofa. Mamah langsung gendong aku dan bawa aku ke rumah nenek. Aku nangis kejer waktu itu, setelah ketemu nenek, aku langsung minta di gendong nenek. Aku gatau obrolan apa yang orang dewasa bahas saat itu, aku cuman takut”

“Aku capek dok, setiap hari harus dengerin orang dewasa teriak, ngeluh. Gabisa kah mereka menjadi orang dewasa sungguhan?”

“Aku capek sama semuanya. Aku benci sama hidupku yang kayak gini. Aku udah ga punya alasan hidup. Kenapa aku harus jadi aku sih? aku ga punya apapun yang bisa dibanggain. Aku serendah itu kah dok?”

“Rendah bagaimana Mila?”

“Aku juga gatau jawabannnya. Tapi aku benci sama diri ku”

benci. 

“Mila, kita udah kenal berapa lama?”

“Satu tahun, dok”

“Mila tau kenapa Mila ada di sini sekarang?”

“Karena aku butuh dokter”

“Bukan. Bukan karena butuh dokter. Mila ada di sini sekarang, karena Mila sayang sama diri Mila. Kamu ga benci sama dirimu, kamu sayang banget sama diri kamu Mila. Sangking sayangnya, kamu ga pernah absen untuk dateng ke sini. Jurnal pun kamu selalu isi, aku senang lohh liat Mila yang sayang sama diri Mila. Mila tuh sayang banget sama diri kamu sendiri”

Aku menatap dokter Raina dengan tangis yang masih membasahi pipi. Iya, mungkin apa yang dikatakan dokter Raina sedikit ada benarnya?

“Mila kangen nenek yaa?”

Aku mengangguk tegas. Bahwa aku sangat merindukan nenek.

“Kehilangan berat ya?”

“Tiga tahun udah berlalu dok, aku pikir aku bisa nerima itu. Tapi aku selalu inget nenek. Apalagi, aku ga ada di sisi nenek di hari terakhir nya. Aku takut, orang-orang di sampingku bakalan pergi gitu aja, kayak nenek yang pergi tanpa pamit ke aku. Kalau semua orang pergi, aku sama siapa? aku ga berani tinggal di dunia ini sendiri”.

“Mila ga pernah sendirian. Ada banyak orang yang sayang sama Mila, sahabat Mila contoh nya, atau orang tua Mila”

“Iya, aku tau. Tapi kalau mereka pergi gimana?”

“Apa sekarang kamu sedang bermain peran dan peranmu menjadi Tuhan, Mila?”

aku menggeleng lemas.

“Itu bukan ranah kamu, Mila. Kekhawatiran yang kamu rasakan itu aku maklumi, karena itu rasa sayang Mila sama orangtua dan sahabat Mila. Tapi, kalau Mila terus-terusan kepikiran mereka akan pergi ninggalin Mila. Kamu udah buang-buang waktu. Nikmatin momen yang ada yaaa? Habisin waktu Mila sama orang yang Mila sayang, sebelum mereka benar-benar pergi”

“Mila tau, Mila tuh ga serendah itu. Selama satu tahun aku kenal Mila, dokter justru liat Mila tuh hebat dan kuat. Apalagi waktu aku denger cerita kamu yang camping sama sahabat kamu, wahhh rasanya seru banget! Mila harus tetap nikmatin setiap hari di mana Mila bisa sama orang yang Mila sayang yaa? Jangan habiskan waktu Mila untuk memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan buat Mila sakit dan sedih” Aku mengangguk.

“Sebulan ini tidur Mila gimana?”

“Aku gabisa tidur, pernah aku tiga hari berturut-turut ga tidur. Setiap aku mau tidur, kepala ku berisik”

“Nanti selesai dari sini, ambil obat yaa. Mila coba minum obat ketika mau tidur yaa” Ucap Dokter Raina sambil menuliskan sesuatu di kertas yang sepertinya untuk resep obat.

“Oh iya, Journaling nya gimana??” 

“Aman dok, aku juga sering ngelukis seminggu terakhir ini”

“Oh yaa? boleh dokter liat hasil lukisan-lukisan kamu?”

“Boleh, nanti aku foto kalau udah di rumah, aku kirim ke dokter”

Sesi konseling hari ini tidak terlalu lama. Seusai aku dari rumah sakit, sesampainya di rumah, aku langsung memotret lukisan ku yang akan dikirimkan ke dokter Raina.

————————


Haloooo, tetap hidup yaaa kalian apapun yang lagi dihadapi.

Nikmatin setiap momen sama orang yang kalian sayang. 

Kalian hebattt🫶🏻





Komentar

Postingan Populer